Ini hanya tentang bagaimana aku memandangmu dari sisiku, dulu hingga sekarang.
Ya, aku adalah seseorang yang pada awalnya menganggap kedekatan kita hanyalah sebatas adik dan kakak.
Aku mengagumi pribadimu, aku sangat menyukai tutur kata yang terucap dari bibirmu, aku sangat menikmati setiap canda yang kau lontarkan dan membuatku terkekeh hingga seringkali terbahak-bahak.
Bahkan aku sangat terlarut dalam hari-hariku saat bersamamu, dan tanpa kusadari saat itu, mendengarmu menyebut 'nama yang lain' itu cukup menghantam perasaanku saat itu, namun aku tak mau mengakuinya. Dan lalu kurasa, kita memang hanya ada dibatas yang tak akan mungkin bagi kita melampauinya.
Kamu tau? aku sempat terfikir bagaimana jika saat itu kamu benar-benar meninggalkanku, karena akan memulai hidup baru dengannya, dengan dia yang pernah kau bangga-banggakan.
Aku sempat sedih, namun siapalah aku? hanya adik kecilmu, yang berusaha menahan-nahan perasaannya hanya karna tak ingin lagi kecewa dengan jatuh cinta sendirian. Dan mulai berkuranglah perasaan itu. Aku menyayangimu sebagai kakakku.
Entah bagaimana aku menjabarkannya. Ketika saat itu, kita dipisah jauh Bandung dan Jogja. Kamu mulai mengatakan rindu, ah! disitu perasaanku membuncah. Tapi aku tetap menganggap itu biasa saja. Karena apa? kufikir wajar jika seorang kakak merindukan adiknya. Iya. Sangat wajar. Dan akupun merindukanmu.
Lalu hari-hari setelah aku kembali pulang, aku sangat mengingatnya! bahkan mungkin tak akan pernah lupa.
Ketika kamu memintaku untuk terus bersamamu, ketika kamu memintaku untuk ada disisimu, ketika kamu mengatakan bahwa aku milikmu.
Tuhanku, aku sangat mencintai momen itu! Aku mulai mencintaimu sebagai lebih dari seorang kakak.
Dan lalu aku bersumpah atas diriku, kan kulakukan yang terbaik untukmu. Kan kuserahkan waktu dan hatiku, untukmu. Seluruhnya, tanpa ragu.
“Kalau kamu makanan, mungkin kamu bakso. Aku gak pernah bisa nggak inginkan kamu, karena aku suka. Ya, aku suka kamu” ——
Aku bahagia! sangat bahagia. Aku ingat bagaimana kita berusaha saling membahagiakan, atau entah mungkin hanya kamu yang berusaha membuatku bahagia. Karena seperti katamu, biarlah ini jadi urusanmu.
Ah tuhan! Rasanya aku hanya ingin momen ini berlangsung hingga semilyar tahun lagi!
Aku cinta kamu!
Bagiku, tak ada hari-hari terbaik selain menunggu kapan kita akan berjumpa? menjabar peluk dan mengusir rindu. Lalu aku hanya ingin terus membicarakan tentang dirimu, kapanpun ketika aku rindu dan pada siapapun di bumi. Agar mereka tau, aku bahagia denganmu! kamu milikku!
“Aku ingin tinggal dimana saja, di bumi, yang ada kamunya” ——
Suatu hari, aku merasa keadaan sedang tidak berpihak padaku. Entah apa yang terjadi, entah bagaimana aku merasa sangat buruk ketika kamu mulai terasa asing. Bukan lagi kamu yang hangat di hati. Ada apa? Kenapa?
Sekalipun kamu berusaha mengatakan ini semua baik-baik saja. Tidak, perasaanku tau apa yang sedang mengganggu nya.
Dan aku belum siap.
Lalu akhirnya kusadari, mungkin ini cara tuhan menegurku, diambilnya kebahagiaan itu hingga tak bersisa, karena aku terlalu mencintai makhluk yang dengan sangat mudah Ia bolak-balikkan hatinya.
Jika ada kata yang tepat untuk menggambarkan betapa hancurnya aku saat itu, mungkin aku akan mengatakannya dengan lantang.
Aku 'si yang tak pernah bisa menerima keadaan' , aku 'si yang selalu menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi saat ini' , dan aku 'si yang selalu berfikiran buruk atas apa sedang yang kualami' .
Aku merasa berada di keadaan yang sangat buruk.
Bahkan aku hanya bisa menerka-nerka apa yang sebenarnya terjadi. Yang kutau hanya kamu pergi, tanpa penjelasan, tanpa perbaikan keadaan, atau mungkin tanpa peduli bagaimana aku berdiri lagi setelah dibuat terjatuh.
“Kau membias bersama cahaya. Lenyap ditiup udara. Lalu aku? Menyaksikanmu hilang dengan mulut terbungkam” ——
Aku mulai membiasakan diriku.
Dengan atau tanpamu aku harus tetap bahagia. Karena yang kutau, jauh dalam hatimu, kamu tak ingin juga melihat aku bersedih.
Meskipun aku masih menerka-nerka, apa yang sedang kamu alami, sehingga menyebabkan ini semua terjadi.
Sejak saat itu, aku hanya ingin mencari tau dimana keberadaanmu dan memastikan bahwa kamu baik-baik saja, tidak dalam tekanan ataupun merasa tidak bahagia.
Dan satu yang pasti, aku tetap mencintaimu.
“Pada akhirnya waktu akan menjawab apa yang tak terbahasakan sekalipun oleh aksara” ——
Waktu terus berlalu, dan aku tetap saja bergelut dengan pikiran-pikiranku yang berkaitan denganmu.
Namun aku tetap tak mendapatkan jawaban apapun.
Dan aku ingin meminta maaf untuk itu, aku sangat mengganggu.
Hingga akhirnya, aku melihat sepasang mata yang berbinar. Bertaut dengan paras indah nan mempesona, lalu tersungginglah senyuman manis yang bukan lagi tertuju padaku. Aku tak tau itu untuk siapa, atau mungkin seharusnya aku memang tak usah tau.
Aku tak percaya, aku tau siapa dirimu. Aku kenal baik hatimu.
Kamu bukan seperti dia atau mereka yang akan menyakitiku!
Tapi ternyata tidak, aku tak cukup faham tentang itu.
Katamu, kamu menyayangiku. Katamu, kamu ingin terus bersamaku. Katamu, kita saling mencintai, dan harus terus saling membahagiakan. Tapi? Apa?
Inikah yang kamu sebut aku milikmu dan kamu milikku?
Dengan tak lama dari itu berselang, kamu meminta seseorang untuk membuat sebuah rencana asmara bersama denganmu.
Kamu tau bagaimana perasaanku?
Kamu tau bagaimana caranya agar aku tetap menjalani hari dengan terlihat baik-baik saja?
Ini tidaklah mudah.
Demi tuhan, aku rasa ini benar-benar mimpi buruk yang sama sekali tak pernah terlintas dibenakku saat aku masih bersamamu.
Dan kalau kamu bilang ini berlebihan, aku setuju. Karena tak ada yang biasa saja ketika berkaitan dengan hati.
Ini menurutku, tapi kurasa kamu juga akan setuju. Karena kamu pernah berkata seperti itu juga kan? Ya, saat menyatakan tentang perasaanmu kepadaku. Dulu.
“Biarkan aku jatuh cinta berkali-kali hingga lupa caranya berdiri dan berlari saat kau mulai pergi” ——
Dan kukira bagian terburuk dari rangkaian kisah ini adalah ketika kamu pergi, nyatanya bukan.
Kamu tau apa?
Ketika kamu kembali dan aku harus berbagi dirimu yang entah dengan siapa.
Aku sakit ketika harus melihatmu yang membangga-banggakannya pada dunia, seolah kebahagiaannya adalah tugasmu.
Aku sakit ketika menyadari bahwa aku hanya entah siapa dihati dan hidupmu.
Aku sakit ketika harus mengerti bahwa aku tidak termasuk dalam jajaran prioritas utama.
Aku benci ketika harus mengatakan bahwa aku membenci senyuman manisnya, sungguh, itu sangat mempesona. Dan aku tau apa yang menjadi sebabnya dia bahagia, karena dulu itu milikku.
Aku benci ketika harus menyadari bahwa aku mulai bisa membenci seseorang, yang bahkan tak pernah aku tau siapa dia sebelumnya.
Demi tuhan, bukan maksudku membenci apa yang menjadi pilihanmu.
Tapi jujur aku kecewa, mengapa ketika aku merasa harus membahagiakanmu, kamu malah tega melakukan ini padaku? Dan hebatnya, kamu mengatakan padanya "percayalah, kulakukan ini demi kebaikan kita"
Lalu tidak demi kebaikanku? Tidak demi kebahagiaanku? Tidak?
Aku tak suka ketika aku mulai terus-menerus ingin tau tentang apa yang kalian lakukan, kebahagiaan apa yang kalian alami, dan apa yang menjadi penyebabmu terus mempertahankannya. Pikiran-pikiran yang berkaitan dengan ini sungguh sangat menggangguku!
Aku tau, ini bukan lagi urusanku, dan aku lelah. Aku merasa hanya berdiri sendiri. Memang kamu ada, memang kamu selalu disini denganku, dan aku sangat nyaman ketika berada didalam pelukanmu. Namun aku tetap merasa sepi, tetap merasa bahwa ini bukan keadaan yang aku inginkan, dan aku sadar betul aku sangat egois.
Maaf, maaf aku tak pernah bisa menjadi yang sempurna dalam memahami mu, tak pernah bisa menjadi yang istimewa untuk dapat bersanding denganmu, tak pernah bisa menjadi alasan terbaik untuk membuatmu bahagia. Tapi akupun manusia. Dan lagi aku wanita.
“Keadaan yang buruk bukan hanya ketika kamu benar-benar sendirian, tetapi juga ketika berada diantara banyak orang namun tetap merasa kesepian.“ ——
Setelah malam itu, udara dingin Lembang dan obrolan-obrolan yang berkaitan dengan apapun diantara kita, menyadarkanku bahwa aku sangat merepotkanmu. Aku terlalu sangat membuatmu pusing dengan situasi yang sedang kita hadapi. Aku tau, sekalipun kita bisa menghadapinya bersama, keadaan akan jauh lebih sulit. Karena memang kita bukan diberi kebersamaan untuk ini.
Aku ingin kamu senang, dan mungkin ternyata itu tak harus denganku.
Jadi untukmu, berbahagialah dengannya atau siapapun nanti yang menjadi pilihanmu.
Seperti katamu, kamu harus lebih menyayangi diri sendiri dulu sebelum akan menyayangi oranglain.
Aku akan ikhlas, sungguh. Asal kamu bahagia.
Dan akupun akan mulai mencari kebahagiaanku sendiri, sama seperti dirimu. Entah kapan akan kutemukan itu, tapi aku yakin tuhanku sangatlah adil.
Berdamailah dengan keadaan, dan akupun akan begitu.
Dalam do'aku, selalu kurapalkan pada-Nya agar kamu selalu kuat dan bahagia, juga dijauhkannya rasa benci atas apapun dalam diriku.
Dan untuk bagian ini, terakhir dariku.
Kamu harus tau betapa aku sangat menyayangi dan mencintaimu, betapa aku ingin menjadi yang paling memahami mu, betapa aku selalu ingin menjadi alasan untukmu berbahagia, betapa aku ingin menjadi yang selalu ada disisimu dan kita tertawa bersama atas apa-apa yang membuat kita merasa senang.
Namun aku tak bisa..
Maaf dari ku, belum bisa membawamu menjadi pribadi yang lebih baik. Mungkin aku gagal, dan mulailah melangkah dengan bahagia bersama dengan yang sanggup mengantarmu menuju jannah di masa yang akan datang.
Kamu tetaplah sosok yang aku kagumi sejak awal aku mengenalmu.
Aku tetap akan menjadi diriku yang menyayangimu dan kembali menjadi adik kecilmu, yang semoga akan selalu siap mendengarkan segala keluh kesahmu, seperti dulu.
Terimakasih untuk telah menjagaku, dan terimakasih pula untuk waktu yang telah dihabiskan bersama dan bahagia!
Percayalah bahwa aku baik-baik saja dan akan selalu begitu.
Untuk apapun yang salah dalam tiap ucapku, aku meminta maaf dari hati tertulus. Tak ada sedikitpun niatku untuk menyakiti hatimu.
Aku tau, apapun yang kutulis disini adalah subjektif berdasarkan yang ada dalam pikiranku tentangmu dan tentu dibawah kendali emosi yang bergolak karena keadaan saat itu.
Semoga kita selalu akan tetap baik-baik saja, tetap tenang dan bisa berdamai dengan masalalu.
Ku tutup ini dengan penuh cinta dan kata maaf.
Selamat berbahagia! ❤️❤️❤️