Jebakan Mayor Wigo
Suatu malam, di bale-bale
rumahku. Aku dan Artha sedang duduk berdua dibawah terang sinar rembulan.
“Bagaimana keadaan di Jupiter sana ya Tha?” tanyaku, Artha memandangku sejenak
“Pasang radar Jupiter, saya agak nggak enak hati Ken!” seru Artha. Aku
mengacungkan kedua jariku sambil menutup mata, begitu pula Artha. Tak berapa
lama, aku seperti melayang dari tempat dudukku. Aku melanglang buana menembus
tiap-tiap dinding langit. Dengan Artha disampingku, aku tak terlalu menghiraukan
semua hal janggal itu. Tibalah aku dan Artha di suatu tempat , tempat yang
sepertinya pernah ku kenal. Aku melihat sekeliling area itu, tapi keadaan
sepertinya menunjukkan bahwa didaerah tersebut telah terjadi pertempuran.
Kulihat lagi dengan seksama tempat tersebut “Ken, kita kembali ke Jupiter?”
tanya Artha. Aku mengusap mataku, ya kita kembali ke Jupiter!
Aku dan Artha berjalan, nggak
tau harus kemana. Terlalu lama kita di utus ke bumi sampai-sampai kita lupa
setiap tempat yang ada di Jupiter. Yang pasti nggak ada mall disini hehehe :p
Setelah cukup jauh kita berjalan, akhirnya kita menemukan suatu tempat yang
sepertinya kuingat betul tempat apa ini, ini dia markas kapten. Aku dan Artha
memberanikan diri melangkah masuk. Baru beberapa langkah kita berjalan, kita
dihadang oleh beberapa alien dari Saturnus. Mereka membawa pedang laser biru
yang . Aku mulai takut, tapi Artha menggenggam tanganku dan meyakinkanku untuk tetap berani. Dengan
sedikit rasa ragu, ku keluarkan pedang hijauku. Aku dan Artha pun berperang
melawan pada alien itu.
Setelah itu, kita melanjutkan
perjalanan untuk masuk ke markas besar kapten, saat kubuka pintu markas , tak
ada siapapun yang menyambut kita. “Dimana kapten dan para agen?” tanyaku pada
Artha, Artha Cuma menggelengkan kepala. Ku pasang radar Jupiter dan kucari
sinyal dari kapten. Aku berjalan menyusuri markas sambil diikuti Artha. Tibalah
aku dan Artha di lorong bawah tanah, tempat penjara-penjara untuk para tawanan.
“Kenny, Artha?” terdengar suara
memanggil kita berdua, seperti suara kapten. “Maju lah empat langkah”
lanjutnya. Artha menarik lenganku, “Jangan!” katanya. Tapi aku tetap maju,
tidak menghiraukan perkataan Artha. Sesaat, sel kecil turun dari atap tempatku
berpijak. “Kenny awaaaass!!” teriak Artha. Saat aku melihat ke atas, apa daya
sel sudah terjatuh dan aku terperangkap didalamnya. “Arthaaaa!! Tolong aku!”
aku menjerit ketika sel itu terangkat keatas lagi.
Selamatkan kita Artha!
“Hahaha betapa bodohnya temanmu!” terdengar suara itu menggelegar di
kupingku, sesaat terlihat dari balik ruangan gelap itu, muncul sesosok makhluk
buruk rupa. Dialah kapten Wigo! “Apa maksudmu? Kenny tidak bodoh!” aku membela
Kenny “Aku tau tujuan kalian datang kesini, tapi percuma usahamu uan Artha!
Semua itu sia-sia. Jupiter kini milikku! Hahaha” seru Mayor Wigo “Tidaaak!
Jupiter ini tetap milik kapten dan para agen! Kau Cuma sampah disini! Dimana
kau sembunyikan kapten dan yang lainnya? Tak tau malu kau Wigo laknat!” aku
bersikeras. “Hahaha Artha... Artha.. Kau Cuma anak kecil yang baru tau apa itu
cinta, nggak usah sok-sokan mau jadi pahlawan!” ledeknya “Sialan! Kuhabisi
kau!” ancamku. Aku mengeluarkan pedang hijau ku. Dengan seketika, ia
mengeluarkan pedang laser biru nya dan mulai menyerangku. Aku tidak cukup kuat
untuk melawannya, aku pun terjatuh dan dijebloskan ke dalam penjara, dimana
kapten dan para agen di tawan.
“Artha! Dimana Kenny?” tanya
salah seorang didalam sel itu,kulihat sekelilingku, kudapatkan kapten sedang
duduk disampingku. “Dia di tawan didalam sel gantung kecil oleh Mayor Wigo”
jawabku lemas. “Kenapa bisa?” tanya kapten lagi. “Dia nggak nurut kata-kataku,
aku sudah bilang jangan maju dia malah maju, terperangkaplah akhirnya” jawabku
agak sedikit kesal, tapi aku tetap sangat mengkhawatirkannya. “Artha, cuma kamu
satu-satunya harapan kita, kamu harus selamatkan kita dan juga Kenny. Kalian
agen terbaik diseluruh antero jagat raya ini” kata salah seorang agen. “Temanmu
sudah mengakuinya kan Tha? Sekarang ini tanggung jawabmu” perkataan kapten
sangat mendesakku, tanpa Kenny aku bukan apa-apa. “Saya berikan semua ini
untukmu, saat keadaan terdesak semua ini akan sangat membantumu” kapten
menyodorkan sesuatu padaku “Apa ini kapten?” tanyaku agak keheranan “Ini batu
rubby jupiter, yang ini pasir oranye, dan satulagi Artha, saya akan memberikan
sedikit kekuatan untukmu melawan mayor Wigo” begitulah kata kapten, kapten
menjulurkan tangannya dan lalu memegang pundakku. Seperti ada suatu energi yang
mengalir ke dalam tubuhku, entah apa itu, rasanya geli. Hahahaha
Setelah kapten memberikan
beberapa instruksi dan komando *sama aja ya? hehee* aku pun pergi tanpa
berbasa-basi. Kucari si jelek Wigo itu, akan kubalas perbuatannya. Setelah
cukup lama aku berkeliling-keliling markas besar kapten, akhirnya aku menemukan
tempat mayor Wigo berdiam. Keadaan cukup aman, tak ada satu pun alien Saturnus
yang berjaga disini. Aku melangkah masuk keruangan itu, namun tak kulihat meski
batang hidungnya si Wigo itu *ya aku
lupa dia itu nggak punya hidung macam Voldemort di film Harry Potter
hahahahaaa* “Kemana dia?” aku bertanya pada diriku sendiri.
Matilah
kau Wigo!
Tiba-tiba ada yang melintas dari belakangku, semacam
shuriken (tapi ini bukan cerita dari Jepang kan! Apakah aku masih boleh
menyebutnya shuriken? Nggak apa-apa ya ? hehe) hampir melukai wajahku.
Hufftttt.... untung nggak kena kepala sih ya, kalau kena ya entahlah. Lalu kulihat
kearah belakang, ternyata beberapa alien dari Saturnus telah berjajar melintang
dibelakangku, membentuk pagar yang siap menghalangiku pergi dari ruangan itu.
Kuhunuskan pedang hijauku ke tubuh mereka bagai jagoan yang hendak menyelamatkan
dunia dan matilah semuanya (apakah semudah ini? Wkwkwk kuserahkan semuanya pada
imajinasi kalian masing-masing) aku segera berlari menyusuri lorong-lorong
dalam markas tersebut, berlari melewati tiap jeruji sel yang disediakan untuk
para penyusup. Tiba-tiba Wigo menghalau jalanku. Menyiapkan beberapa senapan
yang isinya entah apa, namun kukira itu bukan peluru. Lebih mirip balon berisi
air tapi warnanya sangat pekat. Oh tidak, sepertinya itu lumpur warna yang
sangat lengket. Aku bergumul dalam hatiku. Senapan itu berkali-kali
ditembakkan, dan aku berusaha menghindar. Tapi sial... tanganku tertembak dan
yeaaaakkssss..... cairan pekat itu menempel pada tanganku. Aku teringat
sesuatu, yaaaa pemberian kapten. Kurogoh saku celana kananku, kuambil sebugkus
pasir oranye lalu kutiupkan ke arah Wigo. Dia meringis kesakitan tapi masih
bisa menembakkan senapannya kearahku, lalu kulemparkan batu rubby jupiter ke
arahnya. Kekuatan maha dahsyat yang dapat membuat tubuh Wigo meleleh. Dan
setelah itu aku harap jupiter akan aman tanpa para mahluk jahat semacam Wigo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar