Malam sudah hampir larut, aku masih saja tak dapat memejamkan mataku.
Entahlah, sepertinya ada banyak hal yang
berlarian difikiranku. “Lupakan! Itu hanya sugesti negatif saja” Aku berusaha
menyemangati diriku sendiri. Aku berjalan bolak-balik didalam kamar, berusaha
mencari cara untuk dapat tertidur. “Bruuuaaaakk....” aku menabrak meja
belajarku dan buku pelajaranku berantakan. “Ken, masih idup?” terdengar suara
teriakan bang Malvin dari luar pintu kamar, ku bukakan pintu kamarku. “Masih
bang, kenapa?” kujawab dengan halus, tak perduli abangku berteriak tadi, ya dia
abangku. “Kenapa belum tidur lu?” tanyanya seraya menepuk pundakku. “Kaga tau
nih bang, susah banget meremin mata, harus di lem apa?” candaku diikuti tertawa
kecil. “Tuh lem kayu di bawah lemari kalo lu mau” bang Malvin menggubris
gurauanku dengan nada serius, aku memukul lengannya dan kita tertawa bersama.
“Bang, Kenny boleh ke bale-bale nggak?”
pintaku. “Boleh tapi jangan lama-lama ya ntar lu kemasukan angin topan
lagi” jawabnya dengan sedikit gila “Sialan lu” aku mengerucutkan bibir dan lalu
berbalik badan bergegas meninggalkan abangku.
Tengah
terduduk aku sendirian, di halaman belakang rumahku, tepatnya di bale-bale
rumah yang sengaja papa buat dulu sewaktu aku dan bang Malvin kecil. Seperti
dilematika besar yang sedang kurasakan. Hatiku tak menentu, mulai terasa
bergejolak dan mataku siap mendukung dengan meluncurkan butiran-butiran kecil airmata. Sejenak, aku
menatap bintang malam antara pukul setengah satu dini hari, mungkin. Kuacungkan
kedua jari telunjuk dan jari tengahku. Itu radar Jupiter yang biasa ku kirimkan
pada kapten saat aku ingin berkomunikasi dengannya. Ada yang berbeda kali ini,
ya aku berkomunikasi dengan kapten tanpa rekan kerjaku, Artha. Entahlah,
akhir-akhir ini banyak alasan untuk kita tidak bersama. Sungguh bukan harapan,
namun ya kenyataannya kami sedang saling berjauhan. Lagi. Aku menangkap
pantulan sinyal yang tak biasanya, semakin aku penasaran. Kucoba berbicara
dengan yang ada disana. “Dengan radar, wahai Jupiter, siapakah ini tangkap
radarku?” aku mengirim komando utama. “Kapten Kenny, kau tanpa Artha?” jawab
seseorang disana. “Ya kapten, aku terima radarmu. Tidak, aku seorang diri” aku
memperjelas. Kali ini sangat berbeda, entah komando apa yang akan ku terima,
hatiku serasa dagdigdug menebak-nebak ucapan kapten selanjutnya. “Ken, bisa kau
terima pesan dengan amat baik?” tanya Kapten padaku. “Tentu Kapten!” jawabku
sigap.
Untuk Kenny&Artha
Untuk kedua agen yang
teramat baik, saya bangga dengan kalian. Kalian dapat melindungi Jupiter dengan
kedamaian, ketentraman, dan kasihsayang. Mungkin hanya kalian, agen terbaik
seantero jagat raya. Kami beruntung dapatkan kalian disini. Kini kalian
dapatkan hidup kalian masing-masing lagi, saya serahkan kembali kebebasan
kalian untuk bergerak, tak perlu fikirkan lagi tugas yang kalian emban, Jupiter
kini telah aman. Gapai apa yang ingin kalian gapai. Hidupkan hati dan jiwa
kalian di dunia baru yang kalian mau. Kami selalu mendukung kalian, jangan
khawatir akan Wigo. Dia sudah aman dalam jebakan yang kalian buat, dia tak akan
hidup untuk kembali. Terimakasih Kenny&Artha. Tugas kalian selesai. Saya
bebaskan hukuman kalian. Saya bebaskan pilihan hidup kalian. Kalian hidup
terpisah sekarang, saya yakin tujuan hidup kalian pasti berbeda, pilihlah hidup
kalian masing-masing.
Salam dengan Radar!
Dariku Kapten Jupiter
Begitu kira-kira dengan
baik aku coba menangkap pesan dari radar diseberang sana. Tak terasa
tetesan air mata membasahi sekeliling wajahku, dengan tanpa asa aku menjerit
dengan histerisnya. Aku bahagia, tugas kami selesai dan kuyakin Artha pun sama
bahagianya. Tapi aku pun bersedih. Aku tak mau dipisahkan dengannya. Namun,
kapten benar. Kami punya hidup yang berbeda. Mungkin aku dengan pekerjaanku,
dan dia dengan pekerjaannya. Aku dengan kegilaanku dan dia dengan
keseriusannya. Aku dengan pria idamanku, dan dia dengan wanita idamannya. Siapa
yang tau? Kami tak bisa terus bersama, aku tak mungkin menghambat kebahagiaanya
atas keegoisanku kelak karena tak ingin dia pergi dariku. Tuhaaaan... Haruskah
secepat ini? Artha, percayalah bahagiamu bukan padaku. Kau hidup bukan saja
untukku. Betapa aku menyayangi dan mencintai kebersamaan kita, tapi yakinlah
bahwa akan ada seseorang yang siap untuk lebih mencintai kebersamaan kalian,
dibanding aku. Untuk siapapun itu, kutitipkan Artha padamu atas titah kapten.
Dan tugas kita berakhir disini, Artha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar