Kamis, 03 Oktober 2013

Pesan dari Jupiter



                Malam sudah hampir larut, aku masih saja tak dapat memejamkan mataku. Entahlah, sepertinya  ada banyak hal yang berlarian difikiranku. “Lupakan! Itu hanya sugesti negatif saja” Aku berusaha menyemangati diriku sendiri. Aku berjalan bolak-balik didalam kamar, berusaha mencari cara untuk dapat tertidur. “Bruuuaaaakk....” aku menabrak meja belajarku dan buku pelajaranku berantakan. “Ken, masih idup?” terdengar suara teriakan bang Malvin dari luar pintu kamar, ku bukakan pintu kamarku. “Masih bang, kenapa?” kujawab dengan halus, tak perduli abangku berteriak tadi, ya dia abangku. “Kenapa belum tidur lu?” tanyanya seraya menepuk pundakku. “Kaga tau nih bang, susah banget meremin mata, harus di lem apa?” candaku diikuti tertawa kecil. “Tuh lem kayu di bawah lemari kalo lu mau” bang Malvin menggubris gurauanku dengan nada serius, aku memukul lengannya dan kita tertawa bersama. “Bang, Kenny boleh ke bale-bale nggak?”  pintaku. “Boleh tapi jangan lama-lama ya ntar lu kemasukan angin topan lagi” jawabnya dengan sedikit gila “Sialan lu” aku mengerucutkan bibir dan lalu berbalik badan bergegas meninggalkan abangku.
                Tengah terduduk aku sendirian, di halaman belakang rumahku, tepatnya di bale-bale rumah yang sengaja papa buat dulu sewaktu aku dan bang Malvin kecil. Seperti dilematika besar yang sedang kurasakan. Hatiku tak menentu, mulai terasa bergejolak dan mataku siap mendukung dengan meluncurkan  butiran-butiran kecil airmata. Sejenak, aku menatap bintang malam antara pukul setengah satu dini hari, mungkin. Kuacungkan kedua jari telunjuk dan jari tengahku. Itu radar Jupiter yang biasa ku kirimkan pada kapten saat aku ingin berkomunikasi dengannya. Ada yang berbeda kali ini, ya aku berkomunikasi dengan kapten tanpa rekan kerjaku, Artha. Entahlah, akhir-akhir ini banyak alasan untuk kita tidak bersama. Sungguh bukan harapan, namun ya kenyataannya kami sedang saling berjauhan. Lagi. Aku menangkap pantulan sinyal yang tak biasanya, semakin aku penasaran. Kucoba berbicara dengan yang ada disana. “Dengan radar, wahai Jupiter, siapakah ini tangkap radarku?” aku mengirim komando utama. “Kapten Kenny, kau tanpa Artha?” jawab seseorang disana. “Ya kapten, aku terima radarmu. Tidak, aku seorang diri” aku memperjelas. Kali ini sangat berbeda, entah komando apa yang akan ku terima, hatiku serasa dagdigdug menebak-nebak ucapan kapten selanjutnya. “Ken, bisa kau terima pesan dengan amat baik?” tanya Kapten padaku. “Tentu Kapten!” jawabku sigap.




Untuk Kenny&Artha
Untuk kedua agen yang teramat baik, saya bangga dengan kalian. Kalian dapat melindungi Jupiter dengan kedamaian, ketentraman, dan kasihsayang. Mungkin hanya kalian, agen terbaik seantero jagat raya. Kami beruntung dapatkan kalian disini. Kini kalian dapatkan hidup kalian masing-masing lagi, saya serahkan kembali kebebasan kalian untuk bergerak, tak perlu fikirkan lagi tugas yang kalian emban, Jupiter kini telah aman. Gapai apa yang ingin kalian gapai. Hidupkan hati dan jiwa kalian di dunia baru yang kalian mau. Kami selalu mendukung kalian, jangan khawatir akan Wigo. Dia sudah aman dalam jebakan yang kalian buat, dia tak akan hidup untuk kembali. Terimakasih Kenny&Artha. Tugas kalian selesai. Saya bebaskan hukuman kalian. Saya bebaskan pilihan hidup kalian. Kalian hidup terpisah sekarang, saya yakin tujuan hidup kalian pasti berbeda, pilihlah hidup kalian masing-masing.
Salam dengan Radar! Dariku Kapten Jupiter



Begitu kira-kira  dengan  baik aku coba menangkap pesan dari radar diseberang sana. Tak terasa tetesan air mata membasahi sekeliling wajahku, dengan tanpa asa aku menjerit dengan histerisnya. Aku bahagia, tugas kami selesai dan kuyakin Artha pun sama bahagianya. Tapi aku pun bersedih. Aku tak mau dipisahkan dengannya. Namun, kapten benar. Kami punya hidup yang berbeda. Mungkin aku dengan pekerjaanku, dan dia dengan pekerjaannya. Aku dengan kegilaanku dan dia dengan keseriusannya. Aku dengan pria idamanku, dan dia dengan wanita idamannya. Siapa yang tau? Kami tak bisa terus bersama, aku tak mungkin menghambat kebahagiaanya atas keegoisanku kelak karena tak ingin dia pergi dariku. Tuhaaaan... Haruskah secepat ini? Artha, percayalah bahagiamu bukan padaku. Kau hidup bukan saja untukku. Betapa aku menyayangi dan mencintai kebersamaan kita, tapi yakinlah bahwa akan ada seseorang yang siap untuk lebih mencintai kebersamaan kalian, dibanding aku. Untuk siapapun itu, kutitipkan Artha padamu atas titah kapten. Dan tugas kita berakhir disini, Artha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar